Minggu, 29 Oktober 2017

Negeri di Ujung Tanduk

Menggema lagu darah juang berkali-kali dalam benak, berbunyi liriknya:

Di sini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya
Tanah kami subur tuan...

Di negeri permai ini
Berjuta Rakyat bersimbah rugah
Anak buruh tak sekolah
Pemuda desa tak kerja...

Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Tuk bebaskan rakyat...

Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berjanji...

Membayangkan, betapa bergeloranya semangat para pemuda pemudi kita memperjuangkan reformasi saat mengumandangkan lagu ini.

Dari beberapa buku terbitan tahun 80an dan 90an, rata-rata penulisnya pasti memuat sedikit banyak tentang perjuangan reformasi pada saat itu. Bagaimana para pemudanya sangat mengerti keadaan ekonomi dan politik negeri ini saat usia mereka masih sangat muda.

Membandingkan dengan pemuda masa kini yang kebanyakan ALAY, sering galau gak jelas meratapi kejombloan, sibuk dengan game, nongkrong dan main sosmed gak jelas. Menjadikan alasan-alasan gak penting itu buat menunda kelulusan, jika pemuda era reformasi saat itu kebanyakan tertunda kelulusannya karena sibuk berdemo berkelahi dengan dosen dan dekan karena memperjuangkan rakyat, memperjuangkan harga sembako dan biaya perkuliahan yang mahal, anak zaman now malah sibuk mengkritik dosen karena susah di temui lah, apalah, apalah, mereka saja yang kurang usaha, kurang berjuang.

Ah..
Menatap masa depan negeri ini sungguh miris rupanya.
Pemuda-pemuda era reformasi yang ku bangga-banggakan tadi sekarang sibuk di pemerintahan, bukan sibuk memperbaiki negeri yang mereka elu-elu kan zaman mahasiswa dulu, tapi sibuk mengatur cara memutar otak untuk mendapatkan jabatan penting dan melakukan korupsi memperkaya diri sendiri, seolah merasa bak pahlawan 'wajar kalo saya korupsi, saya yang memperjuangkan negara demokratis ini dari penjajahan otoriter penguasa itu'.
Lalu menengok pemuda zaman now...
Hahaha...
Mereka lucu sekali.
Ditimpali obat-obatan perusak otak, game smartphone yang membuat candu dan situs2 porno perusak akhlak, mereka seperti mati rasa. Apatis. Jangankan untuk melawan ketidakadilan penguasa, bahkan bangkit bangun untuk sekolah atau kuliah saja mereka malas.
Jangankan untuk memperkaya ilmu dengan membaca lebih banyak buku, mengikuti perkuliahan dengan rajin saja mereka tidak sanggup.
Jangankan untuk berani berbicara tentang ketidakadilan, mengungkapkan isi hati ke pujaan hati saja mereka pengecut.
Jangankan untuk melakukan hal-hal positif dan bermanfaat, mereka lebih suka mengomentari hal-hal yang sayangnya tidak cukup penting untuk membuat mereka kenyang di sosial media.

Pernah ku dapati anak-anak kelas 4 atau 6 SD, sekarang kelakuannya ngalah-ngalahin pemuda pemudi yang usia 20an yang lagi kasmaran. Sudah mengerti pacaran dan beradegan layaknya artis bollywood yang sering di tonton seniorku di ruangan. Ya Tuhan, sinetron kejam sekali.

Ahh.. Suram. Suram. Negeri ini bagaikan di ujung tanduk. Jika tak ada yang bangkit, maka hancurlah sudah semuanya.
Kemana benih-benih, bibit-bibit pejuang itu, hilangkah sudah mereka, kita ini kurang mengilhami sejarah, kurang mengambil manfaat dari tokoh-tokoh pejuang masa lalu, mana kita mengerti arti perjuangan jika belum apa-apa kita sudah pesimis. Kita? Mungkin aku saja.

Aku selalu marah saat menonton berita, selalu geram dan muak saat membaca berita, yang di beritakan apa. Tak henti-henti hanya seputar seorang tokoh pemerintahan lagi dan lagi tertangkap KPK karena melakukan tindakan korupsi, dan lucunya mereka bukannya malu atau merasa bersalah, mereka malah melambai-lambai kepada wartawan sok artis merasa tak bersalah, senyam-senyum kesenangan karrna di tangkap. Tak tahu malu!
Belum lagi berita pembunuhan yang semakin marak yang terjadi hanya karena masalah sepele. Diputus cintanyalah, ditegur karena buang sampahlah, dan berita-berita tentang perkosaan yang sudah menjadi makanan sehari-hari.
Aku makin stress dan trauma ketika melihat berita tersebut. Makin paranoid tentang dunia.

Dalam tiap sholatku, aku selalu berdoa untuk kebaikan negeri ini,
Semoga aku bisa melahirkan pemuda2 yang dapat memperjuangkan ketenteraman negeri ini. Ya Allah jagalah kami dari orang-orang jahat, berilah kami pemimpin yang baik, yang adil, dan bijaksana, jangan biarkan orang-orang munafik yang menjadi pemimpin negeri ini. Aamiin. 😢

Curhatan dari perempuan 25 tahun, yang khawatir tentang negeri ini.