Rabu, 07 Februari 2018

13 Reason Why You Should Leave Instagram



Apakah kalian pengguna aktif instagram?

Apakah kalian merasa, ketika menggunakan Instagram, ada perasaan yang muncul hampir setiap saat, seperti merasa setiap hal harus diabadikan dan di share ke instagram. Lagi makan di post, lagi jalan2 di post, lagi bertemu teman-teman, harus di post dulu, Yang buruknya, kalau sedang sedih pun tanpa sadar dibagi juga ke Instagram?
Seolah berlomba-lomba agar orang-orang tahu semua hal yang sedang kita lakukan. Semua orang harus tau kita sedang bahagia atau sedang sedih.

Kadang hal ini dilakukan tanpa sadar dan menjadi kebiasaan, semata-mata hanya untuk memenuhi panggilan impulsif dari hati, ingin meluapkan perasaan yang sedang kita rasakan.
Dan sosial media pun menjadi sarana yang paling mudah untuk meluapkannya.

We shared images. People commented, tapped the heart button.

We felt like we could be creative. We could share our passions through imagery & get some sort of validation that we were all.

Dan happiness meter kita jadi di tentukan oleh seberapa jumlah orang yang like and comment dari photo yang kita shared. 
Kebahagiaan kita meningkat jika post-an kita mendapat banyak likers dan beberapa pujian dari para follower.
But...
If people didn’t like my photos, did that mean they didn’t like me? And of course, our happines meter went down.

Sebenarnya masih banyak hal bermanfaat dari Instagram. Seperti untuk dakwah, atau berbagi kebaikan. Bagi para selebgram dan online shop, Instagram juga menjadi tempat untuk berjualan yang tepat.
Aku juga dapat banyak rekomendasi tempat traveling yang anti-mainstream dari Instagram. Mau tahu kabar teman-teman, juga bisa dari Instagram, tinggal lihat Instastory mereka.

Tapi pada pandangan mataku, Instagram itu telah mengambil kehidupan kita.
it was so much.
so much frustration, so much exhaustion, so much feeling like I sucked.

Dan ini adalah alasan-alasan kenapa kamu juga harus leave instagram.

1. Supercharged Envy 
Aku tidak lagi merasa bahagia setiap kali membuka Instagram.

Melihat foto ootd wanita yang begitu cantik, aku merasa diriku jauh sekali dari wanita itu, aku terlihat pendek, gemuk, chubby, dan sebagainya.
Melihat foto orang sedang berlibur, aku merasa hidupku membosankan karena terus-terusan bekerja dan menjalani rutinitas membosankan.
Melihat orang makan di tempat mewah, aku merasa menjadi upik abu karena makanan sehari-hari cuman bisa beli di warung lamongan.
Melihat foto orang begitu mesra dengan pacarnya, foto orang menikah, membuat aku mengasihani diri sendiri karena sampai sekarang masih sendiri.

Dan itu semua membuat kita lupa untuk bersyukur dengan apa yang kita punya.
Well, i know, this isn't instagram's fault.

Tapi ketika menyadari hal ini aku jadi mengerti, if you are not happy with something, leave it. Enggak ada gunanya memaksakan diri melihat sesuatu karena itu 'sedang happening' atau karena 'semua orang juga melakukannya'.

2. Kebebasan dari perbudakan sosial media
Aku butuh istirahat dari sosial media. Aku ingin pergi ke suatu tempat, tanpa harus mengabadikan segalanya di instastory. Aku mau menghabiskan waktu membaca novel, bukan melihat foto-foto orang lain yang tidak begitu ku kenal atau memantau pergerakan artis di luar sana. 
Apakah dengan itu kita jadi kuper?
Ketika aku menonaktifkan akun Instagram, aku tidak serta-merta menghapus semua akun sosial media lain. Aku masih punya twitter dan facebook, yang jadi sumber berita.

3. Deleting Instagram will make you more mysterious
Yaps, dengan menghapus Instagram, akan membuat kita berhenti untuk meng-instastory semua kegiatan yang kita lakukan dan ini membuat orang-orang tidak dapat memantau aktivitas kita lagi. 
Dan effect nya, orang-orang akan penasaran dengan apa yang kita lakukan saat ini. Membuat hidup kita menjadi private-life. Privacy is more important to me now.

4. ‎Judgement Day
Sadarkah kita, bahwa semakin sering kita men-share aktivitas sehari-hari kita, orang-orang akan dengan mudah memberi label pada kita. Judging!
Kita sering upload makan di tempat mewah, di cap hedon.
Sering upload poto bareng pacar, di cap genit.
Sering upload poto liburan, di cap gak kerja.
Sering upload lagi belanja atau lagi ada dimana, di cap pamer.
Dan sebagainya. Sebagainya.

5. Under Pressure
Inilah yang membuat Instagram tidak nyaman lagi untuk ditinggali.
Setiap orang seperti berlomba-lomba, memamerkan hidup siapa yang lebih bahagia. Semua poto yang akan di upload di tuntut untuk sebagus mungkin, semenarik mungkin, terlihat sebahagia mungkin dengan berbagai caption yang di ambil dan di comot entah darimana asal terlihat meyakinkan dan terdengar sok bijak, padahal kadang antara poto dan caption sama sekali gak nyambung.

Sungguh kebahagiaan itu tidak di tentukan oleh seberapa banyak likes yang kita dapat, tapi seberapa penuh hati kita dengan rasa bahagia itu sendiri.

Dan yang paling penting adalah...
Menghilangkan rasa tertekan oleh sebagaian besar teman yang akhir-akhir ini suka sekali mengupload acara pernikaham mereka. Ahahaha...

6. It's isolating us.
Instagram membuat interaksi langsung kita dengan orang lain bermasalah.
Membuat kita tidak peka terhadap lingkungan di sekitar kita.
Kita tidak merasa harus keep in touch karena merasa sudah cukup dengan melihat Instastory teman.

7. Make we are a narcissistic person
Beli baju baru. Buat Poto ootd. Cekrek-cekrek. Upload.
Belajar Dandan. Demi Poto selfie paripurna. Cekrek-cekrek. Upload.
Beli Soflent baru/kacamata baru, dengan macam-macam varian warna. Biar Poto selfie lebih berwarna. Cekrek-cekrek. Upload.
Sengaja ke tempat makan mewah, kenyang gak, bangkrut iya. Biar poto instafoodnya kekinian. Cekrek-cekrek. Upload.
It's SO narcissistic.

Dan lucunya. Yang suka poto selfie itu, dengan background yang sama, baju yang sama, hanya sedikit senyum yang berbeda, di upload semua. Kayak orang habis ketemu sinyal. Isi timeline, poto kamu semua.
Ya Allah, ku kudu kuat banget kalo ngeliat ada yang beginian. Kuat supaya gak ngatain.
Apalagi kalo di tambah dengan beriburibu hastag yang gak nyambung, gunanya buat apa? Buat dapat likes.... 😑 kuad kan aku gusti.

8. WHO CARES WHAT I’M DOING OR WHERE I’M AT?
Sorry but your oatmeal breakfast, your new haircut or your shoes on the sidewalk are not worth sharing and broadcasting to the world. No one cares. Get over yourself! 

9. Wasting time
Am I the only one that struggles to take a good selfie? Finding the right lighting, getting the perfect angle, and editing it to get it just right takes too much time. SELFIES ARE TOO DAMN TIME-CONSUMING. 

Belum lagi gara-gara main Instagram, PR gak selesai. Kerjaan rumah terbengkalai, buku tak tersentuh, ini gak sempat, itu gak sempat.
Waktu kita yang harusnya produktif, menjadi habis sia-sia hanya untuk kepo kehidupan orang lain di Instagram.
Waktu yang seharusnya bisa di gunakan buat belajar, malah terlalaikan karena instagram.

10. ‎Fake Akun and fake follower
Instagram mengajarkan kita untuk berbohong.
Saking inginnya dinilai populer, beberapa orang sampai rela untuk membeli follower. Aku kadang bingung, itu apa untungnya sih?
Beli follower, sampak 1k, tapi begitu upload poto, yang ngeliat potonya cuman 50an org. Trus? Buat apa? 😑😑

Instagram Mengajarkan kita untuk berpura-pura.
Pernah ada di beritakan yaa, remaja demi poto di mobil aja, sampe berani bawa kabur mobil orang. Atau supaya bisa poto sama tas branded, sampe rela jadi maling. Atau sampe ngedit poto tingkat dewa, bareng cowok, atau cewek, supaya di kira punya pasangan... 😅

Instagram mengajarkan kita untuk culas, tidak sportif dan penakut. Serta Membuka kesempatan kepada cyberbullying.
Akun beginian ini biasanya yang mau menabur kebencian, gak suka sama seseorang, lalu bikin fake akun buat mencaci atau nyampah di akun org yg gak disukainnya itu. Itu kenapa sih? Kenapa gak ngomong langsung aja. Labrak langsung, selesaikan langsung. Kenapa mesti pakai akun bodong? Dan yang begini ini, kalo kita gak cerdas, kadang suka terpengaruh, trus ikut terprovokasi deh. Dan effectnya apa, bisa merusak persaudaraan dan memecah persatuan bangsa!

11. Instagram and advertising
Sering terpengaruh dengan jualan2 di Instagram? Jadi overbudget gegara gak tahan mata ngeliat baju-baju cantik di instagram? Saatnya kamu tutup instagram agar keamanan dompetmu dapat terselamatkan.

12. Stop KEPO
Over the last few months, I observed (and found myself hating) the way my hand was practically glued to my phone. My fingers would open Instagram every second.
Dan hal itu kulakukan untuk ngecek post-an orang lain, memantau aktivitas gebetan, candu ngikutin akun pergossipan. Omg. I'm sick!

13. ‎Ngabisin kuota internet
Kalo ini sudah jelas banget kan...
Instagram itu menyerap kuota terbanyak loh gaes dari aplikasi sosial media apapun.

So, ‎Return to real life. 
Jujur saja, aku merasa lebih tenang setelah menonaktifkan akun Instagram. Tidak ada paksaan untuk tampil sempurna dan bahagia setiap saat. Aku jadi punya lebih banyak waktu untuk benar-benar berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Walau ada sedihnya juga, karena ternyata ketika aku tidak ada di Instagram, berarti aku 'tidak ada'. Aku jadi mendapat pelajaran baru bahwa pertemanan di era milenial seperti durasi video Instastory: hanya 15 detik saja. Kamu ada dan detik berikutnya, kamu tidak ada.

I JUST WANTED TO BE Me. I didn’t want to live my life in photos. I wanted to be me. I didn’t want to have to worry about my online personal. I didn’t want to have to try to impress a bunch of people online.
Without Instagram I feel I am able to look at my life through my own lens, without the seemingly perfect lives of others clouding my vision. What I’ve also gained is time to do things like read and write and blog and consider what I want from my life. I wanted to live life in the moment. 


1 komentar: