welcome

Jumat, 24 November 2017

Sebiru Langit Pulau Lombok dan Semenakjubkannya Gili Trawangan

Hari ini aku berada dilangit, mengendarai besi terbang di ketinggian lebih dari 2000 kaki, mendengar suara pilot yang samar, dan tampak awan disebelah jendela, dalam diamnya diri, aku berharap ketika menginjak kaki kembali ke bumi, ragaku kembali menemukan gairahnya.

Euforia kebahagiaan mulai merasuki. Mencium udara dari kota yang terkenal dengan sebutan kota seribu masjid, menginjakan kaki ditanah yang katanya adalah pulau kecil nan indah yang terkenal sampai ke seberang samudera.
Kota Mataram, Lombok.


Itinerary selama di Lombok:
10 agustus 2017
07.30 berangkat dari smd-bpp
10.30 tiba di bandara sepinggan (BPP-Lombok 11.50-17.35)
17.45 check in hotel (hart hotel
19.30 (dinner)

11 agustus 2017
07.00 sarapan
(sewa motor 2 hr)
- desa sasak Ende
- desa sade
- pantai kuta

12 agustus 2017
07.00 sarapan
gili trawangan :
  *pelabuhan bangsal
  *keliling gili trawangan dgn sepeda
16.00 kembali menyebrang ke pelabuhan bangsal
18.00 sholat di masjid raya Hubbul Wathan
20.00 mall epicentrum

13 agustus 2017
07.00 sarapan
10.00 check out hotel
-pelabuhan lembar

Jadi...
Hari pertama di lombok. Kami tiba di Bandara Internasional Lombok (BIL) bertepatan dengan sholat magrib. Mengandalkan aplikasi grab, i really thanksfull with people who made this app 😘, dari bandara kami pun menuju hotel. Sengaja aku memilih hotel di sekitar mataram kota, agar mempermudah akses kemana-mana. Jarak yang di tempuh lumayan jauh, sekitar 45 menit perjalanan dengan grabcar. Kamipun tiba di hart hotel. I recommended this hotel. Soalnya kamarnya bagus, dan pelayanannya top banget...
Sesampainya kami di hotel, setelah menaruh barang dan beristirahat sejenak, kamipun pergi mencari makan di sekitaran hotel, karena letak hotelnya di pusat kota mataram, hanya berjalan sekitar 15 menit, kamipun akan sampai di pusat kota yang menyediakan berbagai macam jenis makanan. Kami memilih makan di warung pinggir jalan, dan mencoba makanan khas lombok. Ayam teliwang dan plecing kangkung.


Ayam Teliwang adalah jenis ayam muda yang di masak entah di goreng atau di bakar dan di sajikan dengan nasi, lalapan, dan beberapa jenis sambal (sambal kacang dan sambal taliwang). Mengobati rasa lapar, hidangan ini terasa sangat lezat dan habis dalam seketika 😁. Setelah kenyang, kami pun kembali ke hotel untuk beristirahat.

Hari kedua, adalah hari touring kami. Bermodalkan sepeda motor yang di sewakan pihak hotel, dan tentu saja aplikasi GPS, kamipun berkeliling kota lombok.
Kami pergi menuju desa yang terkenal di lombok. Desa sade. Yang berada di desa Rembitan, Pujut, Lombok tengah.


Di Sepanjang jalan raya lombok, aku sangat menikmati perjalanan ini. Jalan yang luas, lenggang, dan kiri kanan jalan di bingkai dengan area persawahan yang mulai menguning. Berbeda sekali dengan jalan di kota Samarinda, yang sempit, kecil, padat dan terlalu banyak jalan berlubang....


Saat menuju desa sade, kami memasuki kabupaten sengkol, dan melewati sebuah papan bertuliskan "Welcome to sasak village" di sebelah kanan jalan. Kami pun merasa di undang untuk singgah melihat dusun yang masih sangat tradisional ini.





Rumah yang dibangun dengan atap sirap, dinding rotan yang dianyam, dan lantai yang terbuat dari bahan tanah liat dicampur kotoran kerbau menjadi pemandangan yang sangat menarik di desa ini. Di huni oleh suku sasak, yaitu suku asli masyarakat lombok, desa ini sangat unik dengan segala kegigihan mereka mempertahankan kebudayaannya. Wanita suku sasak sangat sederhana, tidak bergaya ala sosialita dengan gaya selangit dengan brand terkenal, Mereka hanya pintar mengurus anak, memasak dan menenun.


Ada tradisi unik di desa ende ini, yaitu kawin lari. Dalam tradisi ini, pihak pria membawa lari wanita yang disukainya. Ini dilakukan tanpa diketahui oleh orangtua si wanita. Pelarian yang dilakukan biasanya berlangsung selama 3 hari. Setelah itu, orangtua wanita akan menebus untuk membicarakan kelanjutan hubungan ke jenjang yang lebih serius.

Pernikahan di Dusun Ende biasanya dilakukan di seputar lingkungan dusun. Perkawinan antarsepupu atau saudara masih sering terjadi. Jika ada seseorang yang ingin menikah dengan pihak luar dusun, orang tersebut diharuskan membayar denda yang nilainya cukup besar untuk kalangan masyarakat dusun.

Dan juga, salah satu syarat untuk wanita desa sasak menikah adalah, mereka harus pandai menenun.
Akupun tak luput memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar menenun. Diajarkan oleh ibu-ibu suku sasak yang sangat ramah, well, belajar menenun itu ternyata gak sesusah kelihatannya. 😊😊





Setelah puas menikmati keindahan di desa ende, kami pun melanjutkan perjalanan ke desa sade. Jarak yang di tempuh dari desa ende ke desa sade tidak terlalu jauh. Tapi karena sudah masuk wilayah desa, akses jalan kesana memang agak sedikit rusak. Tapi usaha perbaikan sedang dilakukan karena saat kami lewat memang ada proses pengaspalan di jalan tersebut.

Dan kira-kira 15 menit kemudian, tibalah kami di desa sade. Kesan pertama begitu masuk ke desa ini adalah... Desa ini sudah terkontaminasi komersialisme. Tidak se-tradisional di desa ende tadi, karena rumah-rumah warga sekarang di penuhi oleh berbagai macam cindera mata yang di jual, sehingga kita kurang bisa menikmati keindahan kampung tersebut.


Tapi bagaimana pun juga, tidak lengkap rasanya jika kita ke lombok tapi tidak menikmati wisata desa sade ini. Rumah-rumah atau yang di sebut bale tani yang ada di desa sade ini lebih banyak dan padat di banding dengan desa ende tadi, ragamnya pun lebih bervariasi.
Dan saat asik menikmati tempat ini, aku melihat ada seseorang nenek yang tinggal di bale tani yang sangat kecil, mungkin hanya seukuran kamarku, dan di dalamnya saat ku tengok hanya ada sebuah kasur dan kompor kecil. Ku dengar dari guide yang mengajak kami berkeliling, bahwa nenek ini tidak bisa berbahasa Indonesia dan beliau hanya tinggal sendiri bale tani tersebut, anak-anaknya pergi merantau dan jarang sekali pulang. So sad.


Oiyaa. Saat berkunjung ke desa sade, jangan lupa untuk mengabadikan foto di pohon cinta. Well, pohon ini seperti pohon yang... Hidup segan, mati tak mau. Karena yang tersisa hanya batang pohonnya saja, tidak ada daun, apalagi bunga atau buah yang di tumbuh. Aku juga bingung kenapa di sebut pohon cinta. Tapi katanya, yang berpoto di pohon ini, akan menemukan cinta sejatinya. Well... Just believe that.



Oiya... Dan sedikit advice lagi. Kalau kalian berencana pergi ke pantai kuta atau tanjung aan setelah dari desa sade, tunda dulu keinginan kalian untuk membeli kain tenun di desa ini. Karena apa? Karena harga tenun dengan kualitas, corak dan jenis tenun yang sama bisa kalian dapatkan dengan harga yang jauh lebih murah di pantai kuta atau tanjung aan nanti.

Hari tepat menunjukan pukul 4 sore, kamipun memutuskan untuk melanjutkan perjalan ke pantai kuta. 15 menit dari desa sade.

Sesampainya kami di pantai kuta. Kesan pertamaku adalah WOW!
Pantai ini bener-bener biru, jernih dan pasirnya putih dan lembut. OMG! 
Dan tidak terlalu banyak orang disini. Seandainya aku tadi menyiapkan baju renang, aku pasti udah berenang, sayangnya gak bawa... 😢




Ini yang aku bilang tadi. Para pedagang kaki lima, yang menjajakan berbagai jenis kain tenun dengan harga yang jauh lebih murah dari di desa sade. Dan disini kita harus pintar-pintar menawar. Karena mereka cukup memaksa saat menawarkan jualan mereka.

Saat asik menikmati birunya pantai, hari mulai gelap, jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Kami memutuskan untuk pulang.

Hari ketiga.
Jadwal hari ini adalah pergi ke gili trawangan. Destinasi yang sangat terkenal dan wajib di kunjungi ketika kita berada di lombok....

Pagi-pagi sekali sehabis sarapan, kamipun pergi menuju pelabuhan bangsal untuk menyeberang ke gili trawangan. Dari arah mataram, kami berangkat melalui jalur gunung. Lumayan jauh jarak yang harus kami tempuh, tapi ini adalah jalan tercepat menuju pelabuhan bangsal.





Selama perjalanan, banyak sekali monyet yang kami temui di pinggir jalan. Ntah apa karena masih daerah gunung yang di kelilingi hutan, tapi monyet-monyet ini begitu tenang ketika berbagai kendaraan lewat.




Setelah hampir 2 jam perjalanan dengan menggunakan lagi-lagi sepeda motor dan terbantu dengan GPS, tepat pukul 09.30 akhirnya kami sampai di bangsal. Jangan bayangkan seperti pelabuhan yang ada di kaltim, pelabuhan ini tergolong kecil, dan hanya melayani kapal-kapal kecil pula.

Untuk menyeberang ke gili, kita harus mengantri di loket tiket terlebih dahulu. Nanti ketika di loket, kita akan di tanya mau menyeberang ke mana. Gili trawangan, gili meno atau gili air. Dan nanti akan di beri tiket berwarna, di mana warna tiket tersebut sesuai dengan tujuan kita. Harga untuk 1 kali penyeberangan ke gili trawangan sekitar Rp. 15.000,- 

Nanti saat kapal akan berangkat, akan di umumkan melalui toak ( well, toak nya agak gak jelas gitu suaranya, jadi buat memastikan lebih baik tanya langsung sama petugas kapalnya) 


Dan finally setelah 1 jam perjalanan, akhirnya....




Kesan pertama begitu sampai di pulau gili trawangan ini adalah biruuu!! Sejauh mata memandang ke segala arah, Aku benar-benar terpukau oleh perpaduan langit biru, air laut berwarna pirus berkilau, dan garis pantai berpasir putih tanpa batas. Masya Alloh!

Suasana pesta sangat terasa di pulau ini, mungkin karena banyaknya turis yang berkunjung ke pulau ini. Di sepanjang jalan pinggir pantai juga berjejer kafe-kafe yang menjajakan berbagai sajian makanan dan minuman. Baik itu hidangan laut, es krim hingga minuman beralkohol.




Begitu sampai ke area jalan, kita akan di sambut beberapa alternatif kendaraan non-polusi. Yups... Disini kita tidak akan menemui kendaraan bermotor, sebab kendaraan bermotor dilarang keras beroperasi di pulau ini. Sebagai gantinya, transportasi yang digunakan baik oleh penduduk lokal dan wisatawan untuk mengitari pulau adalah sepeda dan cidomo.

Karena harga cidomo yang lumayan mahal, kamipun lebih memilih mengelilingi pulau dengan sepeda. Saat kami ke pulau ini, memang banyak sekali turis yang sedang berkunjung, maka harga yang di tawarkan pun lumayan tinggi. Harga sewa sepeda saat itu adalah 50rb/hari. Padahal kata temenku, harga normalnya cuman sekitar 35rb/hari nya.

Tapi gak masalah, cukup worth it buat mengeliling pulau yang luasnya  sekitar 15km².


Setelah hampir 3 jam berkeliling pulau, dimana beberapa kali kami berpapasan dengan turis luar yang juga sedang menikmati keindahan pulau ini. 
Kamipun memutuskan untuk makan siang dan beristirahat sejenak di salah satu rumah makan.
Dan aku memesan sate tanjung.


Awalnya kami berniat mau berenang atau snorkling. Tapi karena tenaga kami lumayan terkuras habis bersepeda tadi, dan menyimpan tenaga juga untuk pulang nanti, jadilah kami hanya bermain-main di pinggiran pantai.


Saat kaki ku berpijak pada lembutnya pasir dan terbilas lagi dan lagi dengan air laut yang biru dan jernih ini, ku sadari satu hal. Ini nyata.

Keindahan ini nyata. Kebiruan ini bukan gambar yang kulihat dari sebuah poto profesional, tapi pandangan ini adalah hasil refleksi dari sebuah ciptaan Tuhan yang sedang melihat ciptaan Tuhan lainnya yang sangat indah.  Masya Alloh! 

Setelah puas (sebenarnya belum puas, karena belum ngerasain diving dan snorklingnya), kamipun akhirnya beranjak pulang, karena untuk bermalam di sini kondisi kami tidak memungkinkan. 😭😭

Tepat pukul 4 sore, kamipun memutuskan untuk kembali ke mataram.
Untuk perjalanan pulang, kami memilih jalur laut. Walau jalur ini lebih jauh daripada jalur berangkat, tapi untuk perjalanan di sore hari lebih aman dan terang karena Melewati pantai senggigi dan bukit malimbu. Sayangnya sudah terlalu sore. Jadi tidak memungkinkan kami untuk mampir ke senggigi.




Menjelang magrib, akhirnya kami tiba di Mataram. Dan kami memutuskan untuk sholat di masjid terbesar di Pulau Lombok, masjid Raya Hubbul Wathan. Kan gak afdol rasanya berkunjung ke pulau yang di juluki kota 1000 masjid, tapi kita tidak sholat di masjidnya.

Hari terakhir....
Hari ini adalah saatnya kami pindah kota.
Bali ! I'm coming.

Untuk menuju Bali, kami memilih untuk menggunakan kapal. Selain lebih ekonomis, kami juga ingin merasakan sensasi berbeda 5 jam di ferry bersama bule-bule yang minim budget.

Selesai beberes dan packing, akhirnya dengan lagi-lagi grabcar, kami menuju pelabuhan Lembar.
Setelah membeli tiket seharga Rp. 47.000,- , kami menenteng koper yang lumayan berat ke dalam ferry. Dan saat masuk, kesan pertamaku adalah...  Ferry ini nyaman. Ada ruangan luas ber-AC, yang bisa di jadikan tempat berbaring, ada ruang duduk dengan televisi, dan di luar dengan pemandangan laut. Terserah kita memilih yang mana. Kalau aku, tentu saja, ini kesempatan untuk tidur memulihkan tenaga....




Selama 5 jam perjalanan terombang-ambing di lautan. Akhirnya tibalah kami di pelabuhan padangbay.
Cerita selanjutnya adalah petualangan ku di Bali...
See yaa...♥

1 komentar: